Pilar pendidikan pesantren terdapat di pesantren muadalah, sebagai model pesantren yang istimewa, pesantren muadalah didorong memiliki kurikulum standar. Pasalnya, pesantren yang unik ini kurikulumnya banyak dirujuk pesantren lain baik yang salaf maupun modern.
Keistimewaan pesantren muadalah ini justru terlebih dahulu mendapat pengakuan dari luar negeri sebelum dari dalam negeri. Misalnya, ijazah pesantren tersebut bisa digunakan untuk melanjutkan belajar di kampus-kampus Timur Tengah.
Bagi pesantren-pesantren mu’adalah di Indonesia yang sebelumnya sudah memiliki kekuatan hukum yakni berada di bawah Kementrian Agama, sekarang semakin diperkuat dengan terbitnya Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 18 tahun 2014.
Pondok Pesantren Mu'adalah adalah pondok pesantren yang disetarakan dengan SMA / MA karena walaupun pondok pesantren tersebut tidak mengikuti kurikulum Kemdiknas (SD, SMP, SMA) atau kurikulum Kemenag (MI, MTs, MA) akan tetapi alumnus pondok pesantren tersebut dapat diterima (diakui) di perguruan tinggi luar negeri seperti Al Azhar, Ummul Quro’, dsb. Dengan demikian, apa yang menjadi cita-cita para sesepuh pendidikan pesantren kini semakin jelas realisasinya yaitu Pesantren Mu’adalah yang fungsi utamanya menyetarakan pendidikan pesantren dengan pendidikan formal ini semakin diakui statusnya di tingkat pemerintahan yang lebih tinggi.
Menurut Asrori Sag, Kasi PDPONTREN, “Mu’adalah atau kesetaraan itu penting bagi para santri, mengingat di era transparansi ini segalanya diukur dari profesionalitas yang ditunjukkan dengan bukti legal formal dengan sebuah ijazah yang disahkan oleh lembaga formal di dalam sebuah Negara.
Harapannya dengan adanya PMA tentang Pesantren Mu’adalah adalah disetarakannya lulusan pesantren, di dalam negeri (Indonesia) santri lulusan pondok pesantren tersebut juga dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi (kuliah di perguruan tinggi swasta / negeri) atau jika berhenti di tengah jalan (keluar) tetap dapat melanjutkan ke SMP / MTs atau SMA / MA.