Wonosobo (Humas) — Bidang Pendidikan dan Pondok Pesantren Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah melalui Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kantor Kementerian Agama Kabupaten Wonosobo menggelar Rapat Koordinasi Evaluasi dan Validasi Data Pesantren Provinsi Jawa Tengah Tahun 2025 pada Rabu (26/11/2025) di Aroma Resto Wonosobo. Dihadiri 150 peserta dari berbagai unsur kelembagaan yang terdiri dari para penyuluh agama, perwakilan FKDT, PDF, FKPP, BADKO, hingga OPD dan lembaga keagamaan lain yang memiliki perhatian pada penguatan data pesantren, duduk bersama dalam satu meja bahasan: menata ulang data pesantren agar lebih akurat dan berdaya guna.
Rakor ini menjadi ruang bertukar gagasan untuk menata kembali data pesantren, satuan pendidikan keagamaan, hingga TPQ dan Madin agar lebih akurat, terintegrasi, dan dapat digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan pendidikan Islam. Kepala Kemenag Wonosobo, Panut, menegaskan bahwa keakuratan data menjadi pondasi utama dalam pembinaan pesantren ke depan.
“Rapat hari ini adalah ikhtiar menyatukan persepsi dan membangun data pesantren yang final, jelas, dan terstruktur. Dari nama lembaga hingga jumlah santri dan ustadz — semuanya harus tercatat akuntabel,” ujarnya.
Dukungan pemda juga dipaparkan oleh Harjanto, Kabag Kesra Wonosobo. Ia menyebut bahwa dalam empat tahun terakhir, 178 pesantren telah menerima bantuan pembangunan maupun pembiayaan. Meski begitu, dari 227 pesantren, separuhnya belum memiliki pendidikan formal — menjadi tantangan yang kini tengah diupayakan penyelesaiannya oleh pemerintah daerah.
“Pesantren adalah rumah ilmu. Tugas kita memastikan rumah itu berdiri kokoh, legal, dan memberi ruang belajar seluas-luasnya,” tuturnya.
Usai pemaparan tersebut, Fakih Khusni, Kasi PD Pontren Kankemenag Wonosobo, memaparkan rencana tindak lanjut hasil evaluasi dan validasi data pesantren. Ia menekankan bahwa pembaruan data akan dilanjutkan secara berjenjang dan terukur untuk meningkatkan akurasi serta kualitas laporan lembaga. Fakih juga menyampaikan bahwa Kementerian Agama telah menerbitkan regulasi baru sebagai penguatan standar keamanan dan kelayakan bangunan pesantren, di antaranya KMA No. 195 Tahun 2025 dan Keputusan Dirjen Pendidikan Islam No. 2491 Tahun 2025, yang menjadi acuan pembinaan ke depan.
“Validasi data bukan hanya administrasi — tapi fondasi bagi mutu pendidikan dan keamanan pesantren. Dengan regulasi baru ini, kita ingin pembinaan lebih kuat dan lebih terarah,” jelas Fakih.
Sementara itu, Nurudin Ardiyanto, Kepala Dinas PUPR Wonosobo menekankan pentingnya legalitas bangunan pesantren demi keberlanjutan pendidikan dan keselamatan santri. Ia memaparkan alur penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) hingga Sertifikat Laik Fungsi (SLF), serta aturan terkait pembangunan di Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang tidak memperbolehkan pembangunan gedung.
“Bangunan pesantren bukan sekadar dinding dan atap. Itu tempat masa depan ditempa. Karena itu, legalitas, keamanan konstruksi, sanitasi — semua harus sesuai aturan,” tegas Nurudin. “Pemerintah bahkan mulai mengkaji kemungkinan pembebasan retribusi bangunan pesantren. Ini belum final, tapi menjadi angin harapan bagi pembinaan keagamaan.”
Sesi diskusi berlangsung aktif dengan isu utama seputar mitigasi bencana, kelayakan bangunan, serta kesadaran tata ruang. Dari pertemuan ini lahir satu tujuan bersama: memperkuat pesantren sebagai pusat ilmu, akhlak, dan masa depan generasi — bertumpu pada data yang tertib dan kebijakan yang saling menguatkan.








