Wonosobo (Humas) – Kesadaran lingkungan tumbuh selaras dengan nilai kemandirian di Pondok Pesantren Baitul Abidin Darussalam Ngebrak, Kalibeber, Kabupaten Wonosobo. Melalui kegiatan studi tiru pengelolaan sampah mandiri, para santri menunjukkan bahwa pesantren bukan hanya ruang menimba ilmu keagamaan, tetapi juga laboratorium kehidupan yang menanamkan tanggung jawab sosial dan kepedulian ekologis. Kegiatan ini digelar pada Jumat (19/12/2025) di Aula Santri Pondok Pesantren Baitul Abidin Darussalam, di bawah asuhan KH. As’ad.
Kegiatan tersebut menjadi bagian dari implementasi program percepatan pengelolaan sampah di lingkungan pesantren yang diinisiasi melalui kerja aksi kolaboratif antara Kantor Kementerian Agama Kabupaten Wonosobo, Dinas Lingkungan Hidup, serta Forum Komunikasi Pondok Pesantren Kabupaten Wonosobo. Program ini diarahkan untuk mengurai persoalan sampah secara sistematis, dimulai dari kesadaran individu hingga pengelolaan kolektif di lingkungan pondok.
Kepala Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kankemenag Wonosobo, Fakih Khusni, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk nyata sinergi lintas sektor dalam mendorong pesantren yang ramah lingkungan. Ia menyampaikan bahwa sejumlah pesantren di Wonosobo telah menjadi lokasi kegiatan serupa sebagai upaya bersama membangun budaya pengelolaan sampah yang berkelanjutan. “Kolaborasi ini diharapkan mampu melahirkan solusi konkret atas problem sampah di pesantren, sekaligus membentuk karakter santri yang peduli lingkungan,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Wonosobo, Endang Lis, menyampaikan apresiasinya atas antusiasme dan kreativitas para santri. Menurutnya, gerakan santri memungut, memilah, dan mengelola sampah merupakan aktivitas edukatif yang sarat nilai pembelajaran. Kemandirian dalam pengelolaan sampah menjadi medium pembentukan kesadaran ekologis yang relevan dengan tantangan lingkungan masa kini.
Pengasuh Pondok Pesantren Baitul Abidin Darussalam, KH. As’ad, dalam dawuh-nya menekankan pentingnya latihan dan pembiasaan dalam kehidupan santri. Ia menuturkan bahwa santri dibiasakan mengelola sampah secara mandiri, mulai dari memilah sampah masing-masing hingga mengelolanya bersama. “Santri belajar banyak hal di pesantren, termasuk belajar tanggung jawab melalui hal-hal sederhana seperti mengelola sampah,” tutur beliau.
Kreativitas santri juga tercermin dari istilah “PT Pungut Pulung” yang berkembang di lingkungan pesantren. PT bukan dimaknai sebagai Perseroan Terbatas, melainkan Pemuda Tangguh, sebutan bagi santri pengelola sampah mandiri. Inovasi ini menjadi simbol semangat gotong royong dan kecerdasan lokal santri dalam mengubah sampah menjadi sumber keberkahan bagi lingkungan pondok.
Di tempat terpisah, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Wonosobo, Panut, menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya kegiatan yang inspiratif tersebut. Ia menegaskan bahwa pengelolaan sampah di lembaga pendidikan, termasuk pesantren, membutuhkan sinergi dan keteladanan. “Gerakan yang dipelopori oleh santri Pesantren Baitul Abidin Darussalam ini patut menjadi contoh dan direplikasi di pesantren lain sebagai bagian dari ikhtiar bersama menjaga lingkungan,” ujarnya.
Melalui kegiatan ini, pesantren kembali menegaskan perannya sebagai ruang pendidikan yang holistik—tempat ilmu, nilai, dan kepedulian sosial bertumbuh seiring. Dari tangan-tangan santri, sampah tak lagi dipandang sebagai beban, melainkan peluang untuk belajar, berkarya, dan menebar maslahat.






