Wonosobo (Humas) – Masih dalam rangkaian Bimbingan Teknis Dakwah Khusus bertema Penguatan Wawasan Keagamaan dan Kebangsaan bagi Penceramah Agama Islam se-Kabupaten Wonosobo, Kamis (27/11/2025), materi kedua yang disampaikan Sekretaris MUI Kabupaten Wonosobo, Ahmad Zuhdi, menghadirkan pemahaman yang mendalam tentang posisi jihad dan terorisme dalam pandangan Islam. Dengan penyampaian yang lugas namun meneduhkan, ia mengajak para peserta untuk memahami perbedaan esensial antara ajaran jihad yang luhur dengan praktik terorisme yang merusak.
Dalam paparannya, Zuhdi menjelaskan bahwa Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI pada 16 Desember 2003, yang kemudian ditetapkan sebagai Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2004, menegaskan dua hal pokok: pertama, terorisme adalah haram; kedua, jihad adalah wajib. Fatwa tersebut menegaskan dengan jelas bahwa tindakan terorisme yang menimbulkan ketakutan, merusak harta benda, hingga menghilangkan nyawa—terlebih terhadap warga yang tidak bersalah—bukanlah jihad dan sama sekali bertentangan dengan ajaran Islam.
“Terorisme bersifat ifsād, merusak dan menciptakan ketakutan,” ungkap Zuhdi. “Sedangkan jihad bersifat islāh, yaitu upaya melakukan perbaikan, menegakkan agama Allah, dan membela hak-hak pihak yang terdzalimi.” Perbedaan hakiki inilah, lanjutnya, yang perlu dipahami dan disampaikan oleh para dai dan penceramah agar masyarakat memiliki perspektif keagamaan yang benar, proporsional, dan tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang menyesatkan.
Dalam kesempatan tersebut, Zuhdi juga menjelaskan posisi strategis MUI sebagai lembaga yang berperan ganda: mitra pemerintah dalam urusan publik, pelayan umat dalam persoalan keagamaan, sekaligus pelindung umat Islam dari paham yang merusak. Peran ini membuat MUI berada di garis depan dalam upaya mencegah penyebaran paham ekstrem dan kekerasan berbasis agama.
Ia memaparkan strategi MUI dalam pencegahan terorisme yang bersifat komprehensif. Di tingkat preventif, MUI mendorong penguatan pendidikan agama yang moderat, penyampaian dakwah yang ramah, serta penguatan komunitas agar masyarakat memiliki ketahanan ideologis. Di tingkat struktural, MUI mengedepankan kerja sama dengan aparat keamanan dan lembaga pemerintah, termasuk pembentukan badan khusus yang fokus menangani isu-isu radikalisme dan terorisme.
Materi yang disampaikan Zuhdi menjadi pengingat bahwa dakwah tidak hanya mengajak kepada kebaikan, tetapi juga menjaga umat dari penyimpangan yang mengatasnamakan agama. Dari bimtek ini, para penceramah diharapkan mampu menjadi mata air kesejukan—membawa pesan yang meluruskan, menyadarkan, dan menjaga kehidupan beragama agar tetap damai, aman, dan berkeadaban.







